Dalam sebuah kesempatan, saya berkunjung ke Masjid Kampung Bandan, terletak di tepi jalan Lodan Raya, Kelurahan Ancol, Pademangan Jakarta Utara. Masjid yang tampak sederhana ini dianggap sebagai masjid keramat yang menyimpan jejak sejarah penyebaran islam di Jakarta.
Di komplek masjid ini terdapat tiga makam yang menurut penjaga masjid sebagai makam tertua sehingga dikeramatkan, yaitu makam Habib Mohammad bin Umar Alqudsi (wafat 23 muharam 1118 H) makam Habib Ali bin Abdurrahman Ba’alwi (wafat 15 ramadhan 1122 H), dan makam Habib Abdurrahman bin Alwi Asysyathri (wafat 18 muharam 1326 H).
Selain itu ada juga makam keramat yang terletak di daerah perkampungan Luar Batang kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, berdekatan dengan pelabuhan sunda kelapa, tepatnya di Masjid Keramat Luar Batang. Walaupun masjid Luar Batang ini merupakan cagar budaya, namun bagunan masjid telah mengalami pemugaran secara total. Sehingga bentuk dari masjid ini merupakan bentuk arsitektur modern.
Di Masjid Keramat Luar Batang ini terdapat makam yang dikeramatkan yaitu makam Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus yang meninggal 1756 M. Makam ini dikeramatkan oleh para peziarah, terbukti dengan selalu ramainya para peziarah dari berbagai kota atau daerah yang berkunjung. Bahkan beberapa diantara mereka ada yang menginap untuk dapat lebih lama melakukan ritual di makam tersebut.
Assalammualikum wr.wb
mau tanya pak, apakah masih ada keturunan habib muhammad bin umar alqudsi ini di kampung bandan dan apakah mereka punya silsilah nasabnya samapi ke nabi Muhammad ( klo mungkin Bapak tahu), kalo ada saya ingin bersilaturahmi dan bertanya mengenai silsilah nasab alqudsi.. krn kebetulan nasab alqudsi kami terputus hingga ke nabi muhammad .
Demikian dan terimakasih atas perhatiannya.
Wassalam
Said Yusuf ALQudsi
Aye Ecko Rusdi
mw pesen ma antum semuanye
pahamin siyapa ntu zuriah nye nabi
karne blmlah lengkap iman seseorang apabila belum mengenal betul siape zuriah
Assalammualaikum Wr.Wb.
Seorang muslim yang terbaik adalah muslim yang dapat menjaga dan mewariskan sejarah-sejarah islam dan tempat peninggalan penyebaran agama islam, bahwa tempat itu merupakan tempat berdakwahnya para ulama yang berada disekitar Jakarta. saya berpendapat bahwa, tidak sepatutnya kita mengatakan bahwa masjid yang berdiri masih kokoh dan dilestarikan oleh masyarakat muslim Jakarta, mengapa dikatakan tempat keramat… tidak semestinya sebagai orang muslim memutuskan bahwa tempat ini Keramat. Allah memberikan kelebihan kepada siapapun, dimanapun, kapanpun kita tidak bisa memngetahuinya. dengan demikian kita harus beranggapan bahwa masjid yang memiliki “keistimewaan” ini janganlah dijadikan sebagai tempat keramat ( tanda kutip), mengapa keturun kita dan pewaris kita nantinya akan beranggapan bahwa setiap tempat yang sudah berusia berpuluh atau beratus tahun lamanya jika kita mengatakan bahwa tempat itu berkramat akan mengakibatkan penyimpangan kearah yang tidak benar. tidak hanya menjaga lokasi atau tempatnya, melainkan segala aktifitas yang telah terlaksanapun harus semakin diperhatikan. terima kasih.
wassalammualaikum Wr,Wb.
@ atas saya
Assalaamu ‘alaikum Wr. Wb.
Banyak oknum dari umat muslim terutama yg di Indonesia, tdk mencari makna positif di balik suatu penamaan.
Tengoklah komentar Sdr. Eko di atas, yg terjebak memberi judgment bahwa penamaan ‘keramat’ dirujukkan pada hal-hal tdk baik dan menyimpang.
Alangkah baiknya bila sedikit bersikap wise dan bijak dlm melihat sesuatu, hindari merasa sudah mumpuni. Ikuti sikap bijak dan ramah para penyebar Islam di nusantara dahulu kala(belum ada Indonesia).
Sedangkan, kalau boleh berkata jujur dan lugas, kapasitas Sdr. Eko dalam ilmu agama dangkal. Maaf, mengucapkan kalimat salam saja salah.
Sekian dan terimakasih.
Wassalaamu ‘alaikum Wr. Wb.
Ass………..
Knp menjadi ajang untuk saling menyalahkan.
Kita ini Muslim,
apapun persepsi dan pemahaman kita mengenai tempat/ataupun makam2 dari para sholihin, tidaklah media untuk mencari pembenaran pribadi.
Bukan itu yang mereka ajarka(para sholihin & Rosulullah) kepada umat.
Cukuplah apabila memeng ada perbedaan dalam pemahaman, kita simpan dalam diri masing2.
Toohhh….klo memeng mau mengkritisi, janganlah merasa kita yang paling benar.
Ilmu dari Allah, kesempatan untuk mencarinyapun atas izin Allah.
Ada yang pandai ilmu agama,
ada yang pandai ilmu sosial, ekonomi, alam, dsb.
Semua atas izin Allah.
Jadilah ulama atas ilmu yang dikuasai, untuk digunakan semaksimal mungkin dalam kapasitas abadah.
Alangkah indahnya jika perbedaan menjadi rahmat.
Smoga Allah meridhai segala niat dan ibadah kita.Aminn….
Wass…………….
Shalat di Masjid yang Ada Kuburannya
Penulis: Al Ustadz Abu Abdillah Muhammad Sarbini
Syariah, Problema Anda, 02 – Maret – 2005, 05:33:21
Jawab:
Oleh Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad
Berkaitan dengan permasalahan ini maka perlu dibahas dari dua sisi:
1. Shalat di area pekuburan.
2. Shalat menghadap ke kuburan.
Masalah shalat di atas area pekuburan, hal ini diperselisihkan oleh para ulama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam Iqtidha Shirathal Mustaqim (hal. 467): “Para fuqaha telah berbeda pendapat mengenai shalat di area pekuburan, (hukumnya) haram atau makruh? Jika dikatakan haram maka apakah shalatnya tetap sah (meskipun pelakunya berdosa) atau tidak? Yang masyhur di kalangan kami1 bahwa hukumnya haram dan shalatnya tidak sah (batal).”
Syaikhul Islam rahimahullah juga berkata di dalam kitab yang sama pada hal. 460 berkenaan dengan masjid yang dibangun di atas kuburan2: “Aku tidak mengetahui adanya khilaf (perselisihan pendapat) tentang dibencinya shalat di masjid tersebut dan menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab kami shalat (tersebut) tidak sah (batal) karena adanya larangan dan laknat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap perkara itu.”
Jadi shalat di area pekuburan (tanpa masjid) begitu pula di masjid yang dibangun di atas kuburan hukumnya haram menurut pendapat yang masyhur di kalangan Hanabilah mengikuti pendapat Al-Imam Ahmad sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hazm darinya dan dibenarkan (dirajihkan) oleh Ibnu Hazm. (Lihat Ahkamul Janaiz karya Al-Albani rahimahullah hal. 273-274). Dan pendapat ini dirajihkan (dipilih) pula oleh Syaikhul Islam rahimahullah sebagaimana dalam Al-Ikhtiyarat Al-’Ilmiyyah hal. 25, Asy-Syaukani rahimahullah dalam Nailul Authar (2/134), Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam Asy-Syarhul Mumti’ (2/232-236) dan Syarh Bulughul Maram (kaset).3 Begitu pula Ibnul Qayyim rahimahullah menegaskan batalnya shalat di masjid yang dibangun di atas kuburan dalam Zadul Ma’ad (3/572) dan Syaikh kami Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah dalam Ijabatus Sail hal. 200.
Para ulama rahimahumullah mengatakan haram dan shalatnya batal berdasarkan 3 dalil:
1. Hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Al-Hakim, Adz-Dzahabi, Syaikhul Islam dalam Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim hal. 462-463, Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ahkamul Janaiz hal. 270, Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i dalam Ash-Shahihul Musnad (1/277-278), bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اْلأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ
“Bumi itu semuanya merupakan masjid (tempat shalat) kecuali kuburan dan kamar mandi.”
2. Hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُوْرَ أَنْبِياَئِهِمْ مَسَاجِدَ
“Allah melaknat Yahudi dan Nashara dikarenakan mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.” (HR. Al-Bukhari no. 435 dan Muslim no. 529) Syaikhul Islam rahimahullah dalam Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim hal. 462 berkata: “Termasuk di antaranya shalat di pekuburan meskipun tidak ada bangunan masjid di sana, karena hal itu juga masuk dalam kategori menjadikan kuburan sebagai masjid sebagaimana kata ‘Aisyah radhiallahu ‘anha4: “Kalau bukan karena hal itu maka sungguh kuburan Rasulullah akan ditampakkan5, akan tetapi beliau khawatir (takut) kuburannya akan dijadikan masjid.” Dan bukanlah maksud ‘Aisyah radhiallahu ‘anha pembangunan masjid semata, karena para shahabat radhiallahu ‘anhum tidak akan melakukan pembangunan masjid di sisi kuburan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi maksud Aisyah radhiallahu ‘anha adalah kekhawatiran bahwa orang-orang akan melakukan shalat di sisi kuburan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setiap tempat yang dimaksudkan untuk shalat padanya berarti telah dijadikan masjid. Bahkan setiap tempat shalat maka itu dinamakan masjid meskipun tidak ada bangunan masjidnya, sebagaimana kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam6: “Telah dijadikan bumi bagiku sebagai masjid (tempat shalat) dan alat untuk bersuci (dengan tayammum).”
3. Alasan bahwa shalat di area pekuburan dimungkinkan sebagai wasilah yang menyeret kepada penyembahan kuburan atau tasyabbuh (menyerupai) para penyembah kubur.
Kemudian perlu diketahui bahwa tidak ada perbedaan antara area pekuburan yang penghuni (kuburan)nya baru satu, atau dua, dan seterusnya. Yang jelas kalau suatu area tanah tertentu telah disediakan untuk pekuburan maka jika telah ada satu mayat yang dikuburkan berarti telah menjadi pekuburan. Ini menurut pendapat yang kuat (rajih) yang dipilih oleh Asy-Syaukani dalam Nailul Authar (2/134), Syaikhul Islam dalam Al-Iqtidha (hal. 460) dan Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (2/235)7. Dan hukum ini berlaku sama saja selama dia shalat di area pekuburan, baik kuburannya di hadapan orang yang shalat, di sampingnya atau di belakangnya, sebagaimana disebutkan dalam Al-Ikhtiyarat hal. 25 dan Syarh Bulughul Maram (kaset).
Begitu pula halnya dengan shalat di masjid yang dibangun di atas satu kuburan atau lebih, sama saja baik kuburannya di depan orang yang shalat atau tidak. Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam Syarh Bulughul Maram (kaset) berkata: “Demikian pula hukumnya kalau suatu masjid dibangun di atas suatu kuburan karena masjid itu masuk dalam kategori area pekuburan, mengingat bahwa ketika kuburannya dalam masjid maka berarti masjid itu telah menjadi tempat pekuburan.
Adapun jika suatu mayat dikuburkan dalam masjid (yang telah dibangun lebih dulu) maka wajib hukumnya untuk membongkar kuburan tersebut kemudian dipindahkan ke pekuburan kaum muslimin dan tidak boleh dibiarkan tetap dalam masjid. Namun shalat di dalam masjid tersebut tetap sah selama kuburannya bukan di depan orang yang shalat, karena jika demikian (kuburannya di depan orang yang shalat –red) maka shalatnya batal.”
Apa yang ditegaskan oleh Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin di atas bahwa shalat menghadap ke kuburan8 tidak sah merupakan pendapat Ibnu Qudamah dalam Al-Mugni (2/50), Syaikhul Islam dalam Al-Ikhtiyarat hal. 25, Ibnu Hazm dan ini merupakan pendapat Al-Imam Ahmad sebagaimana diriwayatkan darinya oleh Ibnu Hazm sebagaimana dalam Ahkamul Janaiz hal. 273-274. Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam Asy-Syarhul Mumti’ (2/247) setelah beliau menegaskan haramnya shalat menghadap ke pekuburan dan pendapat yang mengatakan makruh adalah marjuh (lemah), kemudian beliau berkata: “Kalau dikatakan bahwa shalatnya tidak sah maka sungguh sisi kebenarannya kuat, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda dalam hadits Abi Martsad Al-Ghanawi radhiallahu ‘anhu:
لاَ تَجْلِسُوْا عَلىَ الْقُبُوْرِ وَلاَ تُصَلُّوا إِلَيْهَا
“Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan jangan pula shalat menghadapnya.” (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan haramnya shalat menghadap ke area pekuburan atau ke kuburan-kuburan atau ke satu kuburan (sekalipun). Dan juga karena alasan dilarangnya shalat di area pekuburan terdapat pula pada shalat menghadap ke kuburan. Maka selama seseorang masuk dalam kategori shalat menghadap ke kuburan atau ke area pekuburan berarti dia telah masuk dalam larangan. Jika demikian maka shalatnya tidak sah berdasarkan hadits (di atas): “Janganlah kalian shalat menghadap ke kuburan.” Jadi larangan menghadap ke kuburan khusus ketika shalat, maka barangsiapa shalat menghadap ke kuburan berarti terkumpul pada amalannya antara ketaatan dan maksiat, dan tidak mungkin seseorang mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan cara demikian.
Jika ditanyakan apa yang dianggap batas pemisah antara dia dengan kuburan? Kami katakan: Dinding merupakan pemisah, kecuali jika itu dinding pekuburan maka ada sedikit keraguan dengannya. Namun jika ada dinding lain yang memisahkan antara kamu dan pekuburan maka tidak ada keraguan lagi bahwa itu tidak masuk dalam larangan. Demikian pula jika antara kamu dan pekuburan ada jalan, atau antara kamu dan pekuburan ada jarak pemisah, yang sebagian ulama menyatakan seperti jaraknya pembatas shalat. Berdasarkan ini berarti jaraknya dekat. Namun ini tetap menyisakan keraguan, karena seseorang yang melihat engkau shalat sementara di depanmu ada pekuburan sejarak 3 hasta tanpa dinding pemisah, dia akan menyangka engkau shalat menghadap ke kuburan. Jika demikian berarti butuh jarak yang cukup, yang dengannya diketahui bahwa engkau shalat tidak menghadap ke kuburan.”
Jika demikian maka apabila ada masjid yang dikelilingi oleh kuburan dari luar dinding masjid (termasuk di depannya) maka shalat di dalamnya sah, dan hal ini telah ditegaskan oleh Syaikh kami Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i dalam Ijabatus Sail hal. 200. Sementara itu sebagian ulama Hanabilah dan dinukilkan dari Al-Imam Ahmad (berpendapat) bahwa tidak boleh shalat di masjid yang di depannya ada kuburan hingga ada dinding lain selain dinding masjid sebagai pemisah (lihat Al-Ikhtiyarat hal. 20). Dengan demikian, sebaiknya menghindari shalat di masjid tersebut jika ada masjid lain, meskipun shalat di situ tetap sah sebagaimana kata Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan Asy-Syaikh Muqbil rahimahumallah.
Wallahu a’lam bish-shawab.
1 Maksudnya kalangan fuqaha Hanabilah (pengikut madzhab Al-Imam Ahmad).
2 Dalam arti kuburannya di dalam masjid.
3 Syarah hadits Abu Sa’id Al-Khudri yang akan disebutkan nanti.
4 Setelah Aisyah radhiallahu ‘anha meriwayatkan hadits di atas: “Allah melaknat …. dst.”
5 Artinya beliau akan dikuburkan di luar rumah, di pekuburan Baqi’ misalnya, bersama para shahabat radhiallahu ‘anhum. Lihat Al-Qaulul Mufid syarah Kitabut Tauhid (1/347) karya Asy-Syaikh Al-’Utsaimin rahimahullah.
6 HR. Al-Bukhari no. 330 dan Muslim no. 520 dari Jabir radhiallahu ‘anhu.
7 Karena ada sebagian ulama menganggap bahwa yang dilarang adalah bila sudah ada 3 kuburan atau lebih.
8 Dalam arti dia di luar area pekuburan.
Ass..
Jelas kita diharamkan sholat menghadap kuburan. Yang benar kita adalah sholat menghadap KIBLAT. Jadi sholat jenazah yang dimana dilakukan hadir di kuburan karena peziarah terlambat datang sehingga jenazah terlanjur dikuburkan, pun sah2 saja karena pada hakikatnya kita sholat menghadap KIBLAT! Seperti yang akhlak yang mulia yang teramat sangat agung Baginda Nabi Muhammad S.A.W, ketika mendengar kabar seorang penyapu masjid yang wafat pada waktu malam sehingga para Sahabat R.Hum tidak berani “menggangu” istirahat Bagibda Nabi S.A.W dan menyebabkan Baginda Nabi S.A.W baru mengetahui kabar tersebut keesekon paginya. Beliau S.A.W pun langsung menuju makam, kemudian sholat jenazah hadir di kuburan.
Wass
Ass
Banyak kisah para Sholihin terdahulu, para ulama salaf dan imam Mahzab yang dengan keluhuran akhlak mereka, kedekatan mereka dengan ALLAH S.W.T dan ketakutan mereka akan maksiat barang sedikitpun yang mengkisahkan bagaimana mereka beribadah dalam segala kondisi. Sebagaimana Al Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i ketika berziarah ke makam salah satu guru beliau Al Imam Abu Hanifah, beliau menunaikan sholat subuh berjamaah di makam. Seperti kita ketahui banyak makam para ulama, sholihin, salaf terdahulu yang berbentuk kubah, yang terdapat ruangan di dalamnya yang memungkinkan peziarah untuk sholat, berdzikir didalamnya demi mendapatkan keberkahan tempat tersebut dimana rahmat ALLAH lebih banyak turun di tempat sepeti itu.
Wallahu’alam.
Wass
mau tahu dong alamat langkap kampung bandan.
terima kasih
Ke kuburan para Ulama kan untuk Tabaruk….Bukan menyembah Kuburan….Di Nabawi ada Makam Rasulullah Saw, apakah salah sholat disana…..
Intinya kita Ngalap Berkah dan Untuk mengingat kematian….Jangan Di Bid’ah kan….Itu mah Wahabbi tuh yang di Saudi Arab…Makanya kalo orang ziarah ke makam Rasulullah Saw kita menyentuh untuk tabaruk di omelin Askar2 yang kurang ilmunya….
@Eko Cahyo Wiratno : dewasa dikit ya, pak…
saya sependapat ama …nana,soalnya kita pernah juga jiarah kesana.
Assalammualaiku…
Segala sesuatu harus di barengi dengan ilmu jdi bahaya jika seseorang melakukan sesuatu tanpa tahu ilmu/hukum’y.. untuk saudara2 smua saya setuju untuk berjiarah kepada makan2 para Waliallah/aulia2 sebagai rasa syukur atas perjuang dan jasa beliau dalam mensyiarkan agama…
mohon masukan jika ada yg kurang benar. untuk meluruskan saudara2 kita smua
Wassalam..
“SEBESAR BESARNYA KEJAHATAN DIANTARA MUSLIM”
قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ
(صحيح البخاري)
Sabda Rasulullah saw :
“Sungguh sebesar besar kejahatan diantara muslimin adalah orang yg mempermasalahkan hal yg tidak diharamkan, namun menjadi diharamkan sebab ia mempermasalahkannya” (Shahih Bukhari)
“DOSA TERBESAR DIANTARA MUSLIM PADA MUSLIM LAINNYA”
قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ
(صحيح البخاري)
Sabda Rasulullah saw :
“Sungguh sebesar besar kejahatan muslimin adalah yg bertanya tentang sesuatu yg tidak diharamkan, menjadi diharamkannya hal itu sebab pertanyaannya” (Shahih Bukhari)
maaf,
ane ilmunya sedikit klu mau coment baca dulu aja,
kutipan tulisan al-habib munzir bin fuad al-musawa: http://www.majelisrasulullah.org
Ass…
Dr awal yg sy lihat dalil Hadist saja yg diargumenkan. Gimana klo qt kmbalikan kpd Qur’an,apa saja ayatnya? Sy harap ada yg bisa menjawab tanpa kritik yg bisa membuat mnyimpang dari topik.
Wass…
nice info…ijin donlod gambar makam keramat ya mas….:)
jangan ngomong sak enaknya sendiri, ojok kemerok
ga ….usah diberdebatkan …kembali kehati nurani masimg – masing ok…!!!
assalamualaikum, segenap ikhwanul muslim dari sekian banyaknya rahasia Allah yang terkandung di alam raya ini, hanya sebagian saja yang ditunjukan kepada umat manusia itupun tidak sama kadarnya terukur sesuai iman ketaqwaanya menyatu seyakin yakinya dengan Rabb tuhan semesta alam. pandangan syareat, tarekat, haqeqat, dan ma’rifat masing2 semua mempunyai dasar sudut pandang yang berbeda, jadi sah saja kalo masing2 mempunyai pendapat berbeda. karena sifat Allah itu dari yang masuk akal sampai yang tidak masuk akal itu telah diperlihatkan ke dunia ini dengan jelas, dan hanya bisa dihayati dan dimaknai bagi mereka yang pandai berfikir. jasad waliyulah bisa seakan mati, tapi ilmu waliyullah tidak akan pernah mati sepanjang masa rame ing gawe suci ing pamrih (titis waris bagja diri).
salam,
Jajar Cirebon
You know what, I’m very much inlcnied to agree.